وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“..dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” QS Asy-Syura: 39
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” QS Asy-Syura: 40
Ciri yang disebutkan di ayat ke-39 ini adalah sambungan dari yang di ayat 36, yaitu mereka yang mendapatkan kenikmatan di sisi Allah yang lebih baik dan kekal. Ciri-cirinya adalah:
- Beriman dan bertawakal pada Allah (ayat 36)
- Menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, dan apabila marah segera memberi maaf (ayat 37)
- Mematuhi seruan Allah dan melaksanakan shalat, sedangkan mereka memutuskan urusan mereka dan syura (musyawarah), dan menginfakkan sebagian rezekinya (ayat 38)
- Jika diperlakukan zhalim, mereka membela diri (ayat 39)
Ternyata Islam mengajarkan kita untuk jadi orang yang kuat dan berani membela diri apabila dizhalimi. Saya ingat ada 3 macam sikap/cara berinteraksi dengan orang lain:
- Submisif: menerima dan menyerah, bahkan jika dirinya dirugikan, takut speak up untuk membela dirinya
- Agresif: kebalikan submisif, mengutamakan dan membela dirinya tapi dengan cara yang keras sehingg
- Asertif: pertengahan keduanya, bisa membela diri dan memperjuangan kepentingannya tapi dengan cara yang baik
Membela diri di sini berarti masuknya ke sikap asertif ya seharusnya.. jadi tidak membiarkan diri dizhalimi, tapi tetap dengan cara yang baik. Contoh yang sangat simpel banget menurut saya adalah ketika ada orang merokok di dalam angkot, yang jelas-jelas ruang publik dan dilarang merokok. Apakah kita akan membiarkan diri kita terpaksa menghisap asap rokok beracun, atau bisa dengan sopan meminta untuk mematikan rokok. Jadi ingat kisah si bapak ini deh 🙂
Ayat selanjutnya mungkin merupakan sambungan dari aksi membela diri ketika dizhalimi, yaitu jika yang menimpa diri berupa kejahatan orang lain dan ada hukumannya, maka diberlakukan hukumannya tanpa ditambahi balasan lain. Karena membalas kejahatan harus dengan yang serupa, berbeda dengan membalas kebaikan yang balasannya sebaiknya melebihi yang diterima.
Setelah itu, jika bisa memaafkan itu lebih baik. Disebutkan juga tentang pahala bagi yang memaafkan dan tetap berbuat baik. Jadi teringat kisah Abu Bakar yang ingin menghentikan bantuan pada orang yang selama ini ditolongnya, karena orang itulah yang ternyata menyebarkan fitnah tentang Aisyah (tapi kemudian diingatkan Allah dengan QS An-Nur: 22).
Memaafkan orang yang udah menjahati apalagi tetap berbuat baik sama dia pasti syusyah.. Tapi kalau kata Tere Liye, memaafkan itu bukan karena orang itu berhak dapat maaf, tapi karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati. Sedangkan balasan untuk orang itu -jika keadilan ga bisa ditegakkan di dunia- pasti akan dibalas juga di akhirat.
Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya, bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati. (Tere Liye, dalam novel Rindu)
Referensi:
– http://jakafilyamma.blogspot.com/2013/04/perilaku-agresif-submisif-dan-asertif.html
– http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-asy-syura-ayat-40-43.html
– http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-asy-syura-ayat-36-39.html