Bersama Geng Bocah di RPPI

Hari Sabtu atau Minggu biasanya saya nongkrong bersama geng bocah ini di RPPI (Rumah Peradaban Pelajar Indonesia) untuk bermain dan belajar. Contohnya, belajar tentang Ukhuwah Islamiyah. Awalnya kan saya mau ngasih tau tema hari itu tapi lewat tebak huruf/kata macem hangman gitu. Tapi hangman-nya diganti sama Dora yang terjebak di pinggir sungai yang ada buayanya (saya gambar di papan tulis). Kalau salah nebak huruf, Dora-nya maju selangkah. Ada 7 langkah sampai akhirnya Dora kecebur sungai dan dimakan buaya :O Eh merekanya baper pisan.. kasian sama Dora sampai takut2 mau nebak.. “Kasian Doranya kalau salah nanti dimakan buaya” XD Tapi akhirnya berhasil! Berhasil! Hore!

Selanjutnya main tebak gambar tentang hal2 apa aja yang bisa menguatkan ukhuwah Islamiyah, seperti memberi salam, berkunjung, mendoakan, memberi hadiah, dll. Mereka sendiri yang menggambar lalu ditebak oleh teman2 lainnya. Tebakannya benar semua! Saya tulis di papan tulis lalu mereka mencatat di bukunya masing2 *rajin ya*

Lalu di lain hari ada materi tentang Syukur Nikmat. Masing2 menyebutkan apa aja pemberian Allah yang dirasakan saat itu. Saya kasih “koin emas” alias biskuit egg drop XD untuk masing2 yang sudah menyebutkan nikmat Allah. Hayoo pabanyak2 koin emasnya! Ibaratnya semakin kita bersyukur, semakin nambah lagi nikmatnya 🙂

Yak, kami belajar dan bermain bersama. Kesannya sayalah yang mengajar mereka, tapi kenyataannya saya banyak belajar dari mereka 🙂

Itulah salah satu kegiatan di RPPI. Satu dari sekian banyak kegiatan untuk menjaga fitrah dan menumbuhkembangkan kebaikan dalam diri pelajar. Sedikit upaya untuk turut menjaga pelajar2 Indonesia dari arus pergaulan yang membahayakan, mengajak mereka mengisi masa mudanya dengan kegiatan positif dan bermanfaat.

Ikut dukung kegiatan2 ini yuk, dengan berpartisipasi dalam wakaf RPPI! Infonya bisa dilihat di sini: Rumah Pelajar 🙂

tempat favorit di RPPI: akuarium :D
tempat favorit di RPPI: akuarium 😀

 


 

PROGRAM WAKAF RPPI

📩Proposal dalam pdf:
Bit.ly/rumahpelajarpdf

🎥Sekilas profil RPPI:
Bit.ly/rumahpelajarvideo

🔅Web: www.rumahpelajar.com

📑Rekening An. Syahrizal Rakhman
BCA 0953-27-9662
Bank Mandiri 133-00-1283885-0
BRI Syariah 1025-03-2086

🏡Sekretariat RPPI
Jalan Polisi 1 No.3 Kelurahan Paledang
Kec. Bogor Tengah Kota Bogor 16122

Fatherhood Forum V: Make A Great Family

Catatan sesi 1 | Keluarga: Tempat Terbaik Memulai Aktualisasi Diri
oleh Pak Dodik Marianto & Ibu Septi Peni Wulandani
Kamis, 14 Mei 2015 @ Hotel Mitra Bandung

  • Orang menjadi hebat setelah berlatih selama 10.000 jam, kira-kira 4-5 tahun. Kalau dalam 5 tahun belum jadi ahli, maka ada yang salah dalam prosesnya.
  • Bagaimana mereka menghebatkan keluarga mereka?
  • Apa bedanya kumpulan orang di pasar dengan sebuah tim?
    • Di pasar: orang punya tujuan sendiri-sendiri, tata nilai sendiri-sendiri, bergerak sendiri-sendiri, dan bersuara.
    • Di dalam tim: orang yang memiliki tujuan bersama, tata nilai bersama, gerak yang terkoordinasi, dan berkomunikasi bukan sekedar bersuara.
    • Evaluasi keluarga masing-masing, sudahkah menjadi tim, atau seperti pasar?
  • “Apakah Anda menikahi orang hebar?”. Waktu dilamar Pak Dodik, yang bikin Bu Septi mau menerima adalah 1) Ganteng.. hahaha, 2) Punya prinsip, dan Bu Septi merasa, “ini dia imam saya”. Oh ya, Pak Dodik pas melamar itu minta nanti Bu Septi yang mendidik anak-anak, jadi harus melepaskan pekerjaannya (saat itu udah diterima jadi PNS). Kalau menurut Anda pasangan Anda adalah orang hebat, perlakukan dia sesuai prasangkaan itu. Gimana sih memperlakukan orang hebat? Perlakukan dengan baik, sikap terbaik, waktu terbaik, dll.
  • Yang harus diperhatikan dalam mendidik anak: talent, attitude, skill, knowledge.
  • Tahapan pendidikan anak yang dilakukan di keluarga mereka:
    • Usia 2-7: Tour de talent, main, berkunjung dan melihat orang-orang dengan berbagai profesi. Bertemu orang sukses bukan dalam urusan materi ya, tapi mereka yang bahagia karena mengerjakan passion-nya [kaya wawasan]
    • Usia 7-10: mencoba2, gonta ganti kegiatan. Banyak bertanya, “mengapa”, “mengapa tidak”, “bagaimana jika” [kaya gagasan]
    • Usia 10-14: memilih dan settle dengan pilihannya [kaya aktivitas]
    • Usia > 14th: sudah menemukan dirinya sebagai aqil baligh yang sudah menemukan sesuatu yang “ini gue banget”, udah menemukan passion-nya apa.
  • Pilihkan tempat dan lingkungan untuk tumbuh kembang anak sesuai dengan karakternya. Misal, ibarat pohon jati yang optimal tumbuh di tanah yang keras, kalau ada anak yang “keras”, kuat seperti pohon jati, dia harus terus dikasih tantangan. Termasuk memilihkan lingkungan yang baik bagi Pak Dodik adalah membawa keluarganya untuk tinggal di Salatiga, karena di sana values & lingkungan masih lebih bersahabat, gak seperti di ibukota dan sekitarnya (misalnya, di sana gak curigaan, lebih bersahabat, suka menolong, dll).
  • Yang harus suami lakukan: do the right things. Tugas istri kalau suami sudah menjalankan tugasnya: taat.
  • Balancing peran sebagai perempuan-istri-ibu
    • Bu Septi membuat program 7 to 7. Jadi meskipun kerja di rumah dan mengerjakan pekerjaan RT, tetap rapi seperti ke kantor. Membangun kebiasaan tersebut minimal 90 hari (baru jadi kebiasaan).
    • Tentukan prioritas: rumah rapi? pendidikan anak? makanan selalu tersedia? Kalau misalnya prioritas adalah pendidikan anak, maka standar pada 2 hal yang lainnya bisa diturunkan (jadi gak stress karena saking perfeksionis pengen sempurna di semua hal)
  • Kalau kita sedang terengah-engah, kecapekan, itu artinya kita sedang jalan menuju puncak. Tapi kalau lagi lempeng, enak, tanpa effort pun sampai tujuan, hati-hati, itu berarti kita sedang jalan menurun. Kalau sudah mencapai puncak, stop, buat dan tanjaki puncak lainnya.
  • Kalau kita keras pada diri sendiri, lingkungan akan lunak pada kita. Tapi kalau kita lunak pada diri sendiri, lingkungan akan keras pada kita.
  • Bagaimana cara mengetahui bakat anak? Kita gak akan pernah tahu sampai dieksplor, dan bagaimana mengeksplornya? Pertama luaskan wawasan anak (lihat periode usia 2-7 tahun di atas). Kalau nanti dia sudah menemukan passion-nya, bekerja akan seperti bermain, tidak memisahkan bekerja dengan refreshing. Sekarang banyak orang dewasa yang “tersiksa” dengan pekerjaannya, kalau Jumat senang, kalau Minggu sore/malam stress karena besok udah Senin lagi. Itu bisa jadi karena mengerjakan yang bukan passion-nya.
  • Kalau anak ditanya “bakat kamu apa?”, mereka gak ngerti bahasa itu. Makanya anak disuruh icip2 dulu. Nah selama proses eksplorasi itu, jangan beliin yang mahal2. Misal, anak lagi suka fotografi, jangan langsung beliin kamera mahal.
  • Bagaimana kalau tinggal serumah sama ortu dan pola asuhnya berbeda dengan yang kita inginkan? Ortu dikasih peran juga (dalam pengasuhan), tapi buku bacaannya, tontonannya, disamakan dengan kita. Ajak ke seminar2, supaya satu frekuensi. Serumah dengan ortu di waktu tumbuh kembang anak itu rawan durhaka (kecuali kalau anak2 udah besar, itu lain cerita).
  • Sedari kecil anak dilatih jadi decision maker/mengambil keputusan. Ditanya dari mulai mau milih makan apa, milih sekolah/belajar di mana, dst.
  • Sekolah itu hanya bagian kecil dari “iqro” dan “tholabul ilmi”. Di Quran gak ada perintah sekolah, adanya perintah baca dan mencari ilmu. Jadi jangan sempitkan belajar dengan harus di sekolah (anak2 Bu Septi milih homeschooling semua btw).
  • Kalau ibu sibuk, bagaimana menjalankan tour de talent untuk anak? Bu Septi memasukkan agenda tour de talent ke jadwal beliau mengisi seminar di mana2. Kalau ada undangan seminar, selalu ditanya, apakah itu untuk Bu Septi sendiri? Kalau iya, gak diizinin Pak Dodik. Jadi ditanya “anak2 bisa lebih hebat gimana kalau kamu ambil kesempatan itu?”. (Jadi usahakan kegiatan pribadi yang bisa dimasukkan pendidikan ke anak)
  • Harus disiplin manajemen waktu.
  • Bagaimana cara membuat istri taat? Taat itu kan sebenarnya udah perintah dari Allah. Kalau dari sisi manusiawinya, manusia pada dasarnya: 1) seeking pleasures, 2) avoiding pains. Jadi mungkin kedua hal itu bisa diterapkan untuk membuat seseorang mau taat.
  • Bagaimana menyikapi kebesaran seorang istri? Misal istri lebih aktif dan terkenal daripada suami (pernah saking terkenalnya Bu Septi, Pak Dodik sampai dipanggil Pak Septi). Suami harus merasa “tinggi” (bukan dalam arti sombong tapi yey). Kalau sudah tinggi, gimana mau merasa rendah? Jadi tinggikan diri dulu.
  • Siapa bilang ibu bekerja gak bisa mendidik anak dengan sangat bagus? Bisa! Tapi ada pijakannya:
    • Pahami anak
    • Menguasai ilmu mendidik anak (ini yg dibuat kurikulumnya Bunda Sayang oleh Bu Septi)
    • Memanage diri dan keluarga dengan baik (ini Bunda Cekatan)
  • Jadi si ibu ini bekerja di ranah publik dan juga di ranah domestik.
  • Ketika bersama anak, itulah panggungnya ibu. Ketika di kamar, itu backstage. Bolehlah kalau capek meluapkan kekesalan di backstage. Tapi kalau udah bersama anak, udah naik “panggung” lagi, harus dengan penampilan terbaik. Berangkat kerja rapi, pulang kerja mau ketemu anak juga harus rapi dan bahagia. Misal capek baru pulang dari luar kota, sampai rumah anak ngajak main, ya mainlah dulu barang 5 menit dan bilang, “5 menit aja ya, abis itu ibu mandi dulu, nanti kita main lagi”. Di depan anak harus fresh, nah pas di backstage itu baru deh boleh ekspresiin apa aja kecapekannya.
  • Ibu yang juga bekerja di ranah publik, di publik profesional, di rumah juga profesional.

Acara ini diadakan oleh Fatherhood Forum dan SEMAI 2045, profilnya bisa dilihat di link pada nama masing-masing. SEMAI 2045 bersama Samsung juga membuat aplikasi Android bernama Kakatu, aplikasi media parenting untuk mengontrol dan mengedukasi penggunaan gadget anak, dan ada juga konten2 materi parenting.

The Path of Truly Muslimah

Seminar Salam UI @ Auditorium Djokosoetono FHUI

Sabtu, 3 Mei 2014

Pembicara:

  1. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si, M.Psi
  2. Dr. Dinar Dewi Kania
  3. Netty Heryawan, M.Si
para pembicara dan moderator
dari kiri ke kanan: Bu Dinar, Bu Netty, Bu Ledia, moderator, mc

Beberapa hal yang saya catat:

  • Laki2 dan perempuan saling tolong menolong dalam kebaikan. Jadi harus paham peran masing2
  • Untuk perempuan, ketahui: 1) Apa tuntutan Islam terhadap perempuan? 2) Tentukan kita mau berperan di mana 3) Ketika kita mengambil peran itu, jadilah yang terbaik
  • Ada 2 pemikiran ekstrim dalam memandang perempuan:
    1. Perempuan makhluk inferior, bahkan disebut defect male. Pandangan ini gak cuma mempengaruhi peradaban Barat, tapi juga Islam
    2. Perempuan itu setara dalam segala hal dengan laki2. Perbedaan yang signifikan hanya biologis, psikologis dll sama saja. Bahkan menganggap perempuan lebih baik dari laki2. Pernikahan lesbi dianggap pernikahan yang agung
  • Islam memandangnya dengan seimbang. Kita harus paham Islam dengan benar. Tapi harus paham juga dengan paham non Islam yang berkembang
  • Dalam Islam, tidak ada perdebatan tentang betapa besarnya peran perempuan
  • Melihat sejarah, banyak contoh nyata peran besar Muslimah
  • Kita harus melihat realita, perempuan adalah ½ dari masyarakat. Dan mereka adalah subjek, bukan objek pembangunan
  • Perempuan cerdas bukan untuk menjadi kompetitor laki2, tapi untuk menjalankan peran yang diberi oleh Allah, terutama untuk menjadi pendidik anak2nya
  • Meskipun gak mendalami pemikiran Islam, perlu belajar juga pemikiran ulama klasik. Tapi harus ada guru dan teman/komunitas biar gak tersesat.
  • Kalau perempuan memilih untuk lebih banyak berperan di luar rumah (seperti Bu Ledia yang menjadi anggota DPR), ya disiapkan supporting system-nya
  • Perlu juga meminta pendapat orang dekat tentang jalan yang akan kita ambil, apakah kita cocok mengambil jalan itu?
  • Setiap orang itu berbeda, maka kita harus paham diri kita. Ada yang bisa berperan di depan publik, tapi ada juga yang lebih suka di balik layar, dll.
  • Bu Netty dan Pak Ahmad Heryawan memilih untuk melibatkan anak2 sejak kecil untuk memahami aktivitas orang tuanya
  • Membangun komunikasi dengan anak, ada 3 bentuk: otoritas sebagai orang tua, demokratis memberi pilihan, sebagai teman
  • Anak2 harus dididik untuk punya basic skill di rumah, misalnya memasak. Setiap ada aktivitas dibicarakan bersama
  • Bu Ledia pas anaknya yang paling kecil kelas 1 SD (anaknya cowok semua ada 3 apa 4 orang gitu), beliau kuliah S2, gak ada pembantu. Catat bahwa supporting system bukan hanya anak2, tapi juga keluarga besar
  • Harus punya strategi untuk memperkaya pengetahuan, membangun diri (self learning)
  • Pelajari Islam, matangkan pribadi, kembangkan diri jangan stagnan, belajar cepat, kembangkan kemampuan interaksi sosial, berpikir jangka panjang, kemampuan bekerja di bawah tekanan
  • Miliki plurality competence, bisa masuk ke segmen orang yang berbeda2. Toleransi gak selalu harus tentang agama, tapi menerima perbedaan, respek, empati
  • Kalau seorang perempuan belajar tinggi2 sampai S3, gak harus linear dengan kemampuannya mendidik anak (maksudnya, gak mesti harus mengambil jurusan yang nyambung dengan mendidik anak), tapi sekolah tinggi bisa melatih metodologinya, seperti cara berpikir, tradisi ilmu
  • Kata dosennya Bu Ledia, S1 itu gak bikin apa2. S1 itu melatih kalian berpikir sistematis. Dan apapun jurusannya, akan bermanfaat terhadap perannya sebagai ibu

 

IbuProf: Manajemen Waktu

Hari ini sembari kerja di kantor saya kuliah lho..hehe. Mendengarkan kuliah online dari Ibu Septi Peni Wulandari di ibuprofesional.com. Kalau mau tau lebih banyak tentang Ibu Septi dan Ibu Profesional, bisa baca di sini ya. Kalau gak salah saya tau tentang ini pertama kali dari Isti deh.. Makasih ya, Ti 🙂

Oh ya, kok saya belajar tentang ibu2an sih? Nikah aja belom? Hohoho! Kenapa ya.. Pertama, saya suka belajar tentang ini.. tentang keluarga, tentang menjadi ibu. Yakin deh, setiap perempuan itu fitrahnya pasti pengen jadi ibu. Sebelum benar2 jadi ibu, gak ada salahnya belajar. Urusan kapan jadi ibu, kapan nikah, kapan dikasih anak, itu mah terserah Allah aja. Udah diatur. Nah, urusan saya mah belajar dan mempersiapkan diri sebaik2nya. Apapun yang akan terjadi di masa depan nanti, semoga usaha untuk belajar ini dinilai sebagai ibadah dan amal shalih. Gak ada ruginya sama sekali 🙂

Kuliah online Ibu Profesional diselenggarakan setiap hari Rabu, dengan pilihan waktu jam 9 dan jam 15. Hari ini udah masuk ke paket “Kuliah Bunda Cekatan” setelah kuliah2 sebelumnya bertema “Kuliah Bunda Sayang”. Nah pas Bunda Sayang itu saya jarang2 buanget ikutnya. Kadang males juga nyimaknya karena suaranya kresek2 banget. Tapi hari ini alhamdulillah suaranya bagus. Tema kuliah hari ini adalah manajemen waktu.

Soal manajemen waktu, pastinya udah tau deh bahwa waktu kita seakan2 gak cukup buat ngerjain seluruh kewajiban kita. Makanya harusnya yang didahulukan adalah hal2 yang penting dan genting. Seperti ilustrasi memasukkan jeruk dan beras ke dalam toples. Kalau kita masukkan beras duluan, maka jeruknya gak bisa masuk semua. Tapi kalau jeruk duluan, maka beras akan tetap bisa masuk seluruhnya, mengisi ruang2 di antara jeruk. Nah jeruk itu ibaratnya hal2 prioritas yang penting dan genting. Sedangkan beras adalah hal2 remeh temeh yang kurang penting dan tidak genting.

manajemen waktu
atau bisa juga diibaratkan batu2 besar, kerikil, dan pasir

Coba tuliskan apa ya kira2 3 hal yang menjadi jeruk dalam hidup kita, dan 3 hal yang menjadi beras. Contohnya jeruk itu: ibadah, mengurus keluarga dan rumah, belajar/berkarya/bekerja. Sedangkan beras contohnya: main game, chatting dan cek socmed sering2, dan nonton TV. Bu Septi membagi hal2 yang harus dikerjakan harian sbb:

  1. Rutinitas: daily routine seperti tidur, masak, mandi, ibadah jg kayaknya masuk sini
  2. Pengembangan Anak & Keluarga: seperti ilmu apa yang mau diajarkan ke anak, mau melatih anak keterampilan apa, dst
  3. Pengembangan diri: belajar, melatih skill, targetkan untuk jadi expert dalam suatu hal (dan berlatih selama 10.000 jam, targetkan misal dalam 4 tahun akan jadi ahli dalam hal apa).

Cara mengatur waktunya:

  • Tentukan waktu gelondongan (maksudnya untuk hal2 prioritas, untuk jeruk2)
  • Buat kandang waktu untuk pekerjaan rutin (set waktu untuk setiap pekerjaan, misal jam 5-7 pagi untuk rutinitas masak, beres2 rumah, siap2)
  • Patuhi cut-off time (waktu henti) untuk tiap pekerjaan. Misal, saya mau beres2 kamar dalam 20 menit. Pasang alarm, dan ketika waktu habis ya berhenti.
  • Untuk facebook, twitter, dll kasih waktu misalnya sejam sehari
  • Say no to “srondolan”, hal2 yang gak masuk jadwal dan termasuk beras kecil. Contoh: diajak ngegosip sama temen. Harus bisa asertif untuk menolak dengan baik
  • Gunakan bonus waktu dengan produktif. Bonus waktu ini misalnya waktu menunggu, waktu di perjalanan. Cara kita mengisi bonus waktu ini menentukan kualitas diri kita. Cek socmed? Baca buku? Dzikir?

Kalau sudah punya jadwal, harus disiplin dan keras pada diri sendiri. Kalau kita keras pada diri sendiri, lingkungan akan lunak pada kita. Begitu pula sebaliknya. Kalau gak disiplin dengan jadwal yang udah dibuat, besok2 susah lagi untuk mematuhi lagi.

Jangan mau menghabiskan waktu untuk sesuatu yang kita gak menjadi ahli dalam hal itu. *ibuu.. krn sering mainan socmed saya jadi ahli stalking lhoo! #plak

Kemudian tentang ibu bekerja, pastinya lebih2 lagi effortnya. Harus ekstra tenaganya. Berangkat kerja penuh semangat, pulang kerja juga harus ttp penuh semangat. Sehingga ketika sampai rumah terus anak minta main, bisa menjawab dengan semangat dan senyum “Yuk, kita main! :)” bukannya lemes, “Ibu capek nih..” *wow, luar biasa!* Tapi kalau benar2 capek, bisa diakalin dengan cara, minta waktu dulu untuk mandi *tapi mandinya yang biasanya 10 menit jadi 30 menit, selesai mandi istirahat bentar, buang capek2 dan sisa kesel2. Kemudian keluar kamar dengan segar dan muka senang. Itulah makanya ibu2 penting untuk ikut teater kata Bu Septi.. hahaha.

Di akhir sesi biasanya Bu Septi ngasih PR untuk para pemirsa. PR kali ini adalah membuat jadwal mingguan, dan lihat apakah seminggu ke depan bisa disiplin dengan jadwal itu. Hihi.. selamat mencoba 😀

tradisi ilmu

Lagi kepikiran frase ini deh.. kayaknya gara2 baca tentang Google X. Itu tuh laboratorium rahasianya Google, yang udah menghasilkan produk antara lain sbb:

  1. Kulkas yang tersambung ke internet trus bisa order produk tertentu kalo persediannya di kulkas udah menipis
  2. Mobil tanpa supir yang katanya sekarang udah dapat lisensi untuk jalan di jalan raya di California
  3. Piring yang bisa post tentang apa yang lagi dimakan ke social network
  4. Kacamata kayak kacamatanya Conan, ada komputernya
  5. Bahkan katanya ada lift ke luar angkasa (jadi inget Charlie and The Chocolate Factory)

baca: Google’s Lab of Wildest Dreams

Pertanyaannya adalah, kok bisa segitunya ya mereka.. Di saat gw masih ribet gimana cara mecah isi file jadi kalimat2 pake Perl, eh mereka udah bikin lift ke luar angkasa segala. Lalu muncullah term itu, tradisi ilmu. Mungkin itu ya, yang bikin seseorang bisa unggul. Ya karena mereka mencintai ilmu, tanpa lelah belajar, dan gak gampang nyerah. Waktu yang dimiliki semua manusia sama2 24 jam setiap harinya. Tapi sebagian orang bisa memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar, membaca, diskusi, nulis, berkarya, berkontribusi, bekerja; sedangkan sebagian lainnya masih sering membuang2 waktu untuk hal2 gak berguna.

Jadi serem, kalau sekarang terbiasa males2an, mau kapan membangun tradisi ilmunya? Kapan bisa unggul? Harus dimulai dari diri sendiri kan ya? Sampai nanti, semoga bisa punya keluarga dengan tradisi ilmu yang kuat.  Sampai akhirnya bisa menyebarkan tradisi ilmu ke masyarakat juga. Dan untuk itu diperlukan usaha yang kuat juga untuk mewujudkannya.

Sejarah mencatat, peradaban Islam pada masa lalu tak lepas dari peran ulama, yaitu mereka yang berilmu, mencintai ilmu, dan menebarkan ilmu dengan landasan kalimat thayyibah. Tradisi mencintai ilmu di kalangan para salafus shaleh itu kemudian dikokohkan dengan tradisi mengikat ilmu lewat tulisan-tulisan yang dibukukan dalam kitab-kitab yang ribuan jumlahnya. Konsep pendidikan para salafus shaleh pada masa lalu adalah pendidikan yang berlandaskan pada Al-Qur’an, induk dari segala pengetahuan yang lafazh dan maknanya diturunkan langsung oleh Allah SWT, dijaga kemurniaannya sampai Hari Kiamat. Setelah tauhidnya kokoh, pemahamannya terhadap Al-Qur’an baik, maka ilmu yang digeluti tidak akan menjerumuskannya pada kerusakan berfikir dan keangkuhan intelektual. (Artawijaya)