Fatherhood Forum V: Make A Great Family

Catatan sesi 1 | Keluarga: Tempat Terbaik Memulai Aktualisasi Diri
oleh Pak Dodik Marianto & Ibu Septi Peni Wulandani
Kamis, 14 Mei 2015 @ Hotel Mitra Bandung

  • Orang menjadi hebat setelah berlatih selama 10.000 jam, kira-kira 4-5 tahun. Kalau dalam 5 tahun belum jadi ahli, maka ada yang salah dalam prosesnya.
  • Bagaimana mereka menghebatkan keluarga mereka?
  • Apa bedanya kumpulan orang di pasar dengan sebuah tim?
    • Di pasar: orang punya tujuan sendiri-sendiri, tata nilai sendiri-sendiri, bergerak sendiri-sendiri, dan bersuara.
    • Di dalam tim: orang yang memiliki tujuan bersama, tata nilai bersama, gerak yang terkoordinasi, dan berkomunikasi bukan sekedar bersuara.
    • Evaluasi keluarga masing-masing, sudahkah menjadi tim, atau seperti pasar?
  • “Apakah Anda menikahi orang hebar?”. Waktu dilamar Pak Dodik, yang bikin Bu Septi mau menerima adalah 1) Ganteng.. hahaha, 2) Punya prinsip, dan Bu Septi merasa, “ini dia imam saya”. Oh ya, Pak Dodik pas melamar itu minta nanti Bu Septi yang mendidik anak-anak, jadi harus melepaskan pekerjaannya (saat itu udah diterima jadi PNS). Kalau menurut Anda pasangan Anda adalah orang hebat, perlakukan dia sesuai prasangkaan itu. Gimana sih memperlakukan orang hebat? Perlakukan dengan baik, sikap terbaik, waktu terbaik, dll.
  • Yang harus diperhatikan dalam mendidik anak: talent, attitude, skill, knowledge.
  • Tahapan pendidikan anak yang dilakukan di keluarga mereka:
    • Usia 2-7: Tour de talent, main, berkunjung dan melihat orang-orang dengan berbagai profesi. Bertemu orang sukses bukan dalam urusan materi ya, tapi mereka yang bahagia karena mengerjakan passion-nya [kaya wawasan]
    • Usia 7-10: mencoba2, gonta ganti kegiatan. Banyak bertanya, “mengapa”, “mengapa tidak”, “bagaimana jika” [kaya gagasan]
    • Usia 10-14: memilih dan settle dengan pilihannya [kaya aktivitas]
    • Usia > 14th: sudah menemukan dirinya sebagai aqil baligh yang sudah menemukan sesuatu yang “ini gue banget”, udah menemukan passion-nya apa.
  • Pilihkan tempat dan lingkungan untuk tumbuh kembang anak sesuai dengan karakternya. Misal, ibarat pohon jati yang optimal tumbuh di tanah yang keras, kalau ada anak yang “keras”, kuat seperti pohon jati, dia harus terus dikasih tantangan. Termasuk memilihkan lingkungan yang baik bagi Pak Dodik adalah membawa keluarganya untuk tinggal di Salatiga, karena di sana values & lingkungan masih lebih bersahabat, gak seperti di ibukota dan sekitarnya (misalnya, di sana gak curigaan, lebih bersahabat, suka menolong, dll).
  • Yang harus suami lakukan: do the right things. Tugas istri kalau suami sudah menjalankan tugasnya: taat.
  • Balancing peran sebagai perempuan-istri-ibu
    • Bu Septi membuat program 7 to 7. Jadi meskipun kerja di rumah dan mengerjakan pekerjaan RT, tetap rapi seperti ke kantor. Membangun kebiasaan tersebut minimal 90 hari (baru jadi kebiasaan).
    • Tentukan prioritas: rumah rapi? pendidikan anak? makanan selalu tersedia? Kalau misalnya prioritas adalah pendidikan anak, maka standar pada 2 hal yang lainnya bisa diturunkan (jadi gak stress karena saking perfeksionis pengen sempurna di semua hal)
  • Kalau kita sedang terengah-engah, kecapekan, itu artinya kita sedang jalan menuju puncak. Tapi kalau lagi lempeng, enak, tanpa effort pun sampai tujuan, hati-hati, itu berarti kita sedang jalan menurun. Kalau sudah mencapai puncak, stop, buat dan tanjaki puncak lainnya.
  • Kalau kita keras pada diri sendiri, lingkungan akan lunak pada kita. Tapi kalau kita lunak pada diri sendiri, lingkungan akan keras pada kita.
  • Bagaimana cara mengetahui bakat anak? Kita gak akan pernah tahu sampai dieksplor, dan bagaimana mengeksplornya? Pertama luaskan wawasan anak (lihat periode usia 2-7 tahun di atas). Kalau nanti dia sudah menemukan passion-nya, bekerja akan seperti bermain, tidak memisahkan bekerja dengan refreshing. Sekarang banyak orang dewasa yang “tersiksa” dengan pekerjaannya, kalau Jumat senang, kalau Minggu sore/malam stress karena besok udah Senin lagi. Itu bisa jadi karena mengerjakan yang bukan passion-nya.
  • Kalau anak ditanya “bakat kamu apa?”, mereka gak ngerti bahasa itu. Makanya anak disuruh icip2 dulu. Nah selama proses eksplorasi itu, jangan beliin yang mahal2. Misal, anak lagi suka fotografi, jangan langsung beliin kamera mahal.
  • Bagaimana kalau tinggal serumah sama ortu dan pola asuhnya berbeda dengan yang kita inginkan? Ortu dikasih peran juga (dalam pengasuhan), tapi buku bacaannya, tontonannya, disamakan dengan kita. Ajak ke seminar2, supaya satu frekuensi. Serumah dengan ortu di waktu tumbuh kembang anak itu rawan durhaka (kecuali kalau anak2 udah besar, itu lain cerita).
  • Sedari kecil anak dilatih jadi decision maker/mengambil keputusan. Ditanya dari mulai mau milih makan apa, milih sekolah/belajar di mana, dst.
  • Sekolah itu hanya bagian kecil dari “iqro” dan “tholabul ilmi”. Di Quran gak ada perintah sekolah, adanya perintah baca dan mencari ilmu. Jadi jangan sempitkan belajar dengan harus di sekolah (anak2 Bu Septi milih homeschooling semua btw).
  • Kalau ibu sibuk, bagaimana menjalankan tour de talent untuk anak? Bu Septi memasukkan agenda tour de talent ke jadwal beliau mengisi seminar di mana2. Kalau ada undangan seminar, selalu ditanya, apakah itu untuk Bu Septi sendiri? Kalau iya, gak diizinin Pak Dodik. Jadi ditanya “anak2 bisa lebih hebat gimana kalau kamu ambil kesempatan itu?”. (Jadi usahakan kegiatan pribadi yang bisa dimasukkan pendidikan ke anak)
  • Harus disiplin manajemen waktu.
  • Bagaimana cara membuat istri taat? Taat itu kan sebenarnya udah perintah dari Allah. Kalau dari sisi manusiawinya, manusia pada dasarnya: 1) seeking pleasures, 2) avoiding pains. Jadi mungkin kedua hal itu bisa diterapkan untuk membuat seseorang mau taat.
  • Bagaimana menyikapi kebesaran seorang istri? Misal istri lebih aktif dan terkenal daripada suami (pernah saking terkenalnya Bu Septi, Pak Dodik sampai dipanggil Pak Septi). Suami harus merasa “tinggi” (bukan dalam arti sombong tapi yey). Kalau sudah tinggi, gimana mau merasa rendah? Jadi tinggikan diri dulu.
  • Siapa bilang ibu bekerja gak bisa mendidik anak dengan sangat bagus? Bisa! Tapi ada pijakannya:
    • Pahami anak
    • Menguasai ilmu mendidik anak (ini yg dibuat kurikulumnya Bunda Sayang oleh Bu Septi)
    • Memanage diri dan keluarga dengan baik (ini Bunda Cekatan)
  • Jadi si ibu ini bekerja di ranah publik dan juga di ranah domestik.
  • Ketika bersama anak, itulah panggungnya ibu. Ketika di kamar, itu backstage. Bolehlah kalau capek meluapkan kekesalan di backstage. Tapi kalau udah bersama anak, udah naik “panggung” lagi, harus dengan penampilan terbaik. Berangkat kerja rapi, pulang kerja mau ketemu anak juga harus rapi dan bahagia. Misal capek baru pulang dari luar kota, sampai rumah anak ngajak main, ya mainlah dulu barang 5 menit dan bilang, “5 menit aja ya, abis itu ibu mandi dulu, nanti kita main lagi”. Di depan anak harus fresh, nah pas di backstage itu baru deh boleh ekspresiin apa aja kecapekannya.
  • Ibu yang juga bekerja di ranah publik, di publik profesional, di rumah juga profesional.

Acara ini diadakan oleh Fatherhood Forum dan SEMAI 2045, profilnya bisa dilihat di link pada nama masing-masing. SEMAI 2045 bersama Samsung juga membuat aplikasi Android bernama Kakatu, aplikasi media parenting untuk mengontrol dan mengedukasi penggunaan gadget anak, dan ada juga konten2 materi parenting.

Leave a comment